Sore hari itu suasana di Rumah Pintar Astra Nuurul Falaah tampak sepi. Pandemi COVID-19 membuat tidak adanya riuh rendah suara santri dan santriwati yang mengaji. Di depan bangunan sederhana itu terbentang sebuah jalan kecil yang menjadi satu-satunya akses. Jalan yang hanya muat satu sepeda motor itu juga lengang. Mungkin gerimis dan dinginnya udara Kota Kembang telah membuat warga malas beranjak keluar rumah. Namun tidak bagi Yayat Rustandi. Pria yang berumur 43 tahun itu dengan antusias menceritakan secara rinci sejarah dan perkembangan TK dan taman pendidikan Al-Qur’an (TPQ) nya.
Pak Yayat, demikian ia biasa dipanggil, telah membaktikan lebih dari separuh hidupnya untuk pendidikan usia dini dan agama Islam bagi warga sekitar Kampung Mengger, Kelurahan Pasirluyu, Kota Bandung. Mengurus TK dan TPQ dilakukan di tengah-tengah kesibukannya sebagai konsultan manajemen. Seperti ketika itu, saya baru bisa menemuinya sore hari menjelang Maghrib. Pasalnya, memang Pak Yayat harus bekerja untuk menafkahi hidupnya dan juga keluarganya. Ia tidak mendapatkan (dan juga tidak mengharapkan) honor atas jerih payahnya selama ini setiap saat mengurus 80 siswa PAUD dan TK serta 350 santri dan santriwati. Semua dilakukan secara sukarela untuk memenuhi panggilan jiwanya. Continue reading