Hari ini, tepat seratus empat tahun yang lalu, seorang negarawan besar dilahirkan di Bukittinggi. Terlahir sebagai Mohammad Athar, kiprahnya kelak seharum arti namanya.
Seperti banyak orang besar yang belajar kemandirian sejak dini, Hatta telah yatim sejak baru bisa merangkak. Berasal dari sebuah keluarga yang terpandang di Sumatera Barat, agama Islam dan aktivitas ekonomi perdagangan yang dikenalnya sejak kanak-kanak kelak banyak mempengaruhi pemikiran dan sikapnya. Berkat latar belakang keluarganya, ia bisa mengenyam pendidikan Belanda. Saat sekolah MULO di Padang itulah politik mulai menarik perhatiannya. Berawal dari kolom-kolom politik yang sering dibacanya di koran, Hatta menjadi bendahara di Jong Sumatranen Bond.
Lulus dari HBS tahun 1921 di Batavia, Hatta dengan dukungan biaya keluarganya yang banyak menjadi saudagar-saudagar besar di ibukota, melanjutkan pendidikan tingginya ke Rotterdam, mengambil jurusan ekonomi. Seolah sudah suratan takdir, Perhimpunan Indonesia (waktu itu masih bernama Indische Vereeniging) yang sebelumnya hanya merupakan wadah sosial untuk menyelenggarakan pesta-pesta dansa, mulai berubah haluannya di awal tahun dua puluhan. Tiga eksil politik dari Indische Partij berhasil menanamkan pentingnya kesadaran berbangsa bagi kaum intelektual muda tanah air.
Continue reading →