Substansi

Ingin jadi wartawan, nyasar jadi guru


Leave a comment

Pengelolaan Sampah di Belanda

Sampah 1

Afvalbrengstation (lit. Stasiun pembuangan sampah) di Groningen, Belanda.

Salah satu hal yang ingin saya buktikan saat tiba di Belanda dulu adalah kebersihan lingkungannya. Kalau melihat di film-film, trotoar, sungai, taman, dan jalan di negara-negara maju pada umumnya bersih.

Ternyata memang betul. Semuanya bersih! Meskipun menurut kawan saya Belanda lebih “kotor” jika dibandingkan dengan negara lain seperti Jepang (saya belum pernah ke sana), menurut saya tetap saja tidak ada bungkus plastik sisa makanan di jalan, sungai yang bau, apalagi tumpukan kantong sampah di sudut jalan. Continue reading

Advertisement


Leave a comment

Teladan dari Natsir dan Yamin

Buku. M Natsir

Sumber: [1]

Baru-baru ini saya membaca biografi dua tokoh besar jaman pergerakan nasional, Mohammad Natsir dan Muhammad Yamin. Kebetulan keduanya berasal dari Minangkabau. Alih-alih menuliskan ringkasan kisah hidup mereka sesuai dengan tahun kejadian, saya lebih suka untuk menyarikan mutiara teladan kehidupan dari kedua bapak bangsa ini.

***

Tahun 1927, saat usianya 18 tahun, Mohammad Natsir pindah dari Padang ke Bandung. Di kota kembang dia bersekolah di Algemeene Middelbare School (AMS). Di masa sekarang AMS setara dengan SMA dan saat itu menjadi sekolah menengah kelas dua. Natsir yang hanya anak seorang juru tulis tidak dapat bersekolah di Hogere Burger School (HBS) yang khusus diperuntukkan untuk anak-anak Belanda, Eropa, atau elite pribumi, diantaranya adalah Soekarno dan Tirto Adhi Suryo, yang dinovelkan Pram dalam Tetralogi Buru-nya itu.

Continue reading


1 Comment

Mohammad Hatta dalam Kenangan, 12 Agustus 1902 – 12 Agustus 2016

HattaHari ini, tepat seratus empat tahun yang lalu, seorang negarawan besar dilahirkan di Bukittinggi. Terlahir sebagai Mohammad Athar, kiprahnya kelak seharum arti namanya.

Seperti banyak orang besar yang belajar kemandirian sejak dini, Hatta telah yatim sejak baru bisa merangkak. Berasal dari sebuah keluarga yang terpandang di Sumatera Barat, agama Islam dan aktivitas ekonomi perdagangan yang dikenalnya sejak kanak-kanak kelak banyak mempengaruhi pemikiran dan sikapnya. Berkat latar belakang keluarganya, ia bisa mengenyam pendidikan Belanda. Saat sekolah MULO di Padang itulah politik mulai menarik perhatiannya. Berawal dari kolom-kolom politik yang sering dibacanya di koran, Hatta menjadi bendahara di Jong Sumatranen Bond.

Lulus dari HBS tahun 1921 di Batavia, Hatta dengan dukungan biaya keluarganya yang banyak menjadi saudagar-saudagar besar di ibukota, melanjutkan pendidikan tingginya ke Rotterdam, mengambil jurusan ekonomi. Seolah sudah suratan takdir, Perhimpunan Indonesia (waktu itu masih bernama Indische Vereeniging) yang sebelumnya hanya merupakan wadah sosial untuk menyelenggarakan pesta-pesta dansa, mulai berubah haluannya di awal tahun dua puluhan. Tiga eksil politik dari Indische Partij berhasil menanamkan pentingnya kesadaran berbangsa bagi kaum intelektual muda tanah air.

Continue reading


2 Comments

Resensi Buku: Totto-Chan: The Little Girl at the Window

Sumber: Wikipedia

Sumber: Wikipedia

Having eyes, but not seeing beauty; having ears, but not hearing music; having minds, but not perceiving truth; having hearts that are never moved and therefore never set on fire. These are the things to fear, said the headmaster.

Buku ini sangat bagus. Itu resensi singkat yang dapat saya berikan. Penulisnya, Tetsuko Kuroyanagi, yang saat masih kanak-kanak dipanggil dengan “Totto-Chan” menceritakan dengan amat berkesan memoir masa kecilnya saat menempuh sekolah dasar di Tomoe-Gakuen.

Sebagai seorang yang menghabiskan masa kecilnya di desa, walaupun tidak persis sama, kurang lebih saya bisa merasakan nostalgia tentang apa yang Totto-Chan dan teman-temannya alami di sekolahnya. Menyusuri kebun-kebun jeruk, mencari ikan-ikan kecil di sungai, berkunjung ke sawah dan mengobrol dengan petani. Itu semua juga saya alami waktu SD dulu, terutama saat pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Memori semacam itu memang sungguh berkesan, melebihi kesan bahagia ketika dapat nilai 9 di raport. Namun, apa yang saya alami itu memang wajar terjadi di kampung. Sampai dengan saat ini, mestinya masih banyak siswa-siswa SD di pelosok Indonesia yang mengalami kejadian serupa. Continue reading


6 Comments

Mengintip Pelayanan Kesehatan di Negeri Belanda

Kinan waktu tes pendengaran di KNO (THT) rumah sakit

Kinan waktu tes pendengaran di KNO (THT) rumah sakit

Setelah tiga tahun tinggal di Belanda, dan terutama setahun terakhir intensif ikhtiar mengobati ichthyosis yang diderita Kinan, saya mengamati bahwa terdapat perbedaan signifikan antara antara pelayanan kesehatan di Indonesia dengan negeri tanah rendah. Secara umum, tentu kualitas pelayanan kesehatan di Belanda lebih unggul.

Oiya, saya tidak punya latar belakang pendidikan dan pekerjaan di bidang kesehatan. Jadi, mohon maaf jika pembahasannya tidak mendalam dan banyak kesalahan.

Seperti galibnya negara maju, Belanda menyadari bahwa kesehatan adalah salah satu wujud pelayanan publik yang terpenting. Dua yang lain adalah pendidikan dan transportasi umum. Maka, negeri yang hanya seukuran Provinsi Jawa Timur ini berusaha dengan serius untuk dapat menjamin kualitas kesehatan yang tinggi bagi 16 juta jiwa penduduknya.

Continue reading


Leave a comment

Teladan dari Khalifah Umar

Cerita I

Sewaktu menjadi khalifah, Umar bin Khattab menyediakan fasilitas publik berupa padang rumput yang untuk tempat penggembalaan ternak. Setiap rakyat Madinah bisa membawa ternaknya kesitu untuk diberi makan dan minum. Biaya pengelolaan padang rumput, termasuk gaji orang-orang yang bekerja disitu, dibayar dari Baitul Maal, yang mana sumber dana utamanya adalah dari zakat umat Muslim.

Saat sedang berkunjung ke padang rumput tersebut, Umar melihat bahwa ada seekor ternak yang lebih gemuk dari ternak-ternak yang lain. Umar pun memanggil petugas disitu. Continue reading


Leave a comment

Teladan dari Khalifah Abu Bakar

Pidato Abu Bakar sewaktu baru diangkat menjadi Khalifah yang pertama,

All praise be to God who has guided us to this.
We would be bereft of guidance unless He has guided us.
O’ you people, I have been chose to lead you, and I am not the best among you.
If I do well, help me; and if I do wrong, correct me.
Truth is a trust and lying is a breach of trust.
The weak among you are strong in my sight until I have ensured that they have their rights.
The strong among you are weak in my sight until I have ensured right and justice.
Obey me as long as I obey God and His Messenger.
If I disobey them, I forfeit all claim to your obedience.
Now rise to offer your prayers. May God bestow mercy on you all.
Continue reading


2 Comments

Keluar dari Zona Nyaman, Belajar dari Bapak

Keluarga lengkap waktu nikahan saya (2012). Dari kiri ke kanan: Aan, Mas Hari, Ibu, Saya, Intan, Bapak, Mbak Eni

Keluarga lengkap waktu nikahan saya (2012). Dari kiri ke kanan: Aan, Mas Hari, Ibu, Saya, Intan, Bapak, Mbak Eni

Kalau dipikir-pikir lagi, keputusan Bapak saya untuk mengkuliahkan kakak yang pertama (Mas Hari) adalah tindakan yang hebat dan nekat. Kalau saya ada di posisi Bapak ketika itu, belum tentu saya bakal berani untuk mengambil keputusan yang sama.

Menurut saya pandangan ini tidak berlebihan. Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya di catatan saya, “Pendidikan yang Mengubah Segalanya”, Bapak mulai mempunyai keinginan untuk mengkuliahkan anak pertamanya sudah sejak ketika Mas Hari masih SD. Kakak saya itu lahir tahun 1970, berarti keputusan Bapak itu sudah direncanakan sejak tahun 1980-an. Continue reading


8 Comments

Hadiah untuk Ibu

Sewaktu saya masih kecil, almarhumah nenek dari Bapak pernah bercerita, “dulu waktu masih muda, Ibumu pernah benar-benar menangis karena baju barunya yang sedang dijemur dicuri orang”. Setelah agak besar saya baru bisa mengerti maksud cerita beliau. Ibu adalah orang Nganjuk, dari daerah yang tandus di bagian Barat Jawa Timur. Karena saking miskinnya, kakek dan nenek dari Nganjuk mengirim Ibu sejak umur 4 tahun untuk ikut saudaranya yang sedang merantau di Semboro, Jember, di hampir ujung Timur Pulau Jawa.

Sejak kecil Ibu terpisah dari kedua orangtuanya. Karena saudara yang di Semboro juga hanyalah pedagang rawon, Ibu hanya bisa bersekolah sampai kelas 3 SD. Kemudian Ibu menikah dengan Bapak, tetangganya di Semboro. Bapak adalah seorang tamatan SD dan bekerja sebagai tukang bangunan. Bapak sering cerita kalau kehidupan di awal pernikahan mereka amatlah sulit. Jangankan memiliki sepetak sawah, untuk tempat tinggal mereka harus numpang mendirikan gubuk (literally gubuk bambu) di tanah milik saudara. Makan banyak yang di-godok (rebus) bukan karena ingin hidup sehat dengan tidak makan goreng-gorengan, tetapi karena memang tidak mampu untuk membeli minyak goreng.

Continue reading


6 Comments

Berterima Kasihlah kepada Istrimu

Seorang teman kuliah (perempuan) pernah berkata kepada saya, “Menjadi kalian (lelaki berpendidikan tinggi) itu sebetulnya sangat mudah. Istri kalian bisa mencari uang sendiri, yang mereka butuhkan hanyalah kasih sayang”.

Mendengar ucapannya saya terdiam. Apa yang ia ucapkan memang betul. Sebagai para lelaki yang mengenyam pendidikan tinggi, maka biasanya para perempuan yang berhasil kami persunting sebagai istri adalah mereka yang berpendidikan tinggi juga. Dalam kasus saya dan teman-teman di ITB, istri-istri kami tidak jauh dari alumni ITB juga, dokter Unpad, atau para perempuan yang mengenyam pendidikan di unversitas-universitas yang bagus. Continue reading