Mat Solar minta saran dari Indro bagaimana cara bercakap yang paling baik dengan pamannya yang sedang dirawat rumah sakit. Indro pun memberikan beberapa skenario percakapan.
“Gimana keadaan Paman sekarang? Banyak kemajuan?”, tanya Mat Solar.
“Kemajuan apa? Kalau begini, satu dua minggu lagi mungkin aku akan mati!”
Mat Solar yang agak budek tidak dapat mendengar jawaban Pamannya yang di luar dugaan. Padahal dalam skenario awal Indro memprediksi, karena sudah cukup lama dirawat, Pamannya itu pasti bakal menjawab, “Yah, udah banyak kemajuan, tinggal nunggu sembuhnya aje”. Mat Solar pun dengan amat percaya diri dan sambil tersenyum lebar menyahut sesuai hapalannya.
“Sukur, saya doakan biar makin cepat.”
Tentu sang Paman amat kaget, Indro tidak terkecuali. Tetapi karena gagap, dia tidak dapat membetulkan temannya yang terus nyerocos. Sialnya, jawaban-jawaban Pamannya tidak ada yang cocok dengan hapalannya. Jadilah dua sekawan itu diusir oleh Paman.
Itu adalah sepenggal adegan dalam film “Dongkrak Antik” (1982). Sebuah satir yang dikemas dengan amat lucu oleh Warkop DKI. Indro dan Mat Solar adalah simbol dari keadaan sosial masyarakat Indonesia saat itu. Budaya hapalan mati tanpa paham esensi ada dimana-mana. Mat Solar adalah representasi siswa sekolah yang menjejali otaknya dengan berlembar-lembar buku pelajaran. Indro pun juga valid untuk mewakili pemerintah yang “memaksa” rakyatnya untuk ikut pengayaan Pancasila dan UUD 1945, tanpa mengerti sesungguhnya apa makna dari sila per sila.