Substansi

Ingin jadi wartawan, nyasar jadi guru


1 Comment

Buku Bacaan SD Jaman Orde Baru

Anak-anak KarimataAkhir bulan April 2019 saya pulang ke rumah orangtua di Jember. Saat bongkar-bongkar lemari buku, menemukan beberapa bacaan saat SD. Oke, saya harus akui bahwa ini bukanlah sebuah hal yang baik. Buku-buku itu dari perpustakaan SD dan tidak saya kembalikan. Nanti kalau pulang lagi, insya Allah akan saya laporkan ke guru SD saya dulu. Mau dikembalikan ke sekolah, SD saya sudah ambruk (literally).

Petualangan, kemandirian, moralitas

Saya paling terkesan dengan buku yang berjudul ‘Anak-anak Karimata’, karangan Bagin. Pengarang berkisah tentang kehidupan sehari-hari anak-anak di Kepulauan Karimata, Kalimantan Barat. Continue reading

Advertisement


Leave a comment

Sepuluh Buku Fiksi Terfavorit

Photo 03-06-2018, 7 49 04 amGenre buku yang paling saya suka adalah fiksi. Saya mulai membaca novel sejak SD. Setelah dua dekade menyaring puluhan novel dan buku cerpen, inilah karya-karya fiksi berbahasa Indonesia (bukan terjemahan) yang paling saya suka. Saya tuliskan ringkasannya berdasarkan kesan dan ingatan yang sudah mulai berkarat.

10. Kasih Tak Sampai – Sitti Nurbaya (Marah Roesli)

Tidak ada yang benar-benar istimewa dari penokohan dan pengembangan karakter. Alur ceritanya pun mudah ditebak. Kisah cinta muda dan mudi yang dihalangi oleh saudagar kaya. Hal yang luar biasa adalah kritik si pengarah terhadap budayanya sendiri di Sumatera Barat pada awal abad ke-20. Roesli mengkritik habis bangsawan-bangsawan Muslim Minang di masa itu yang bergonta-ganti isteri. Membelanjai isteri dan anak-anaknya pun tak jadi soal, karena mamak (paman) yang bertanggung jawab terhadap kemenakan. Sama seperti Samsul Bahri, sang protagonis, Roesli pun berpendidikan dan berpandangan Eropa, sesuatu yang mendapat tentangan kuat di masa itu yang konservatif. Saya membaca karya klasik jaman Balai Pustaka ini di perpustakaan SMA saat bosan dengan pengajaran di kelas yang monoton. Continue reading


Leave a comment

Resensi Buku: Olenka

Buku. Olenka‘Olenka’ memberikan pengalaman baru yang mengasyikkan. Ceritanya sederhana, namun memberikan makna yang begitu dalam. Sering dipuji sebagai salah satu karya sastra terbaik di Indonesia, saya rasa itu tidaklah berlebihan.

Seperti dalam ‘Orang-Orang Bloomington’, Prof. Budi Darma menggali sisi terdalam dari kehidupan manusia dalam novelnya ini. Hanya terdapat tidak lebih dari lima karakter pokok. Ceritanya pun tidak menwarkan letupan-letupan peristiwa yang mendebarkan hati. Justru cenderung datar, dan menuntut kita untuk ikut merenung. Di situlah malah daya tariknya dari buku setebal 426 halaman.

Hubungan terlarang

Cerita berawal dari pertemuan Fanton Drummond, dengan seorang perempuan di lift gedung apartemennya, yang belakangan diketahui bernama Olenka. Fanton yang masih muda, segera tertarik ke Olenka. Continue reading


4 Comments

Project done! Perpustakaan Keluarga

1. Perpus RTC

Dua lemari buku di perpustakaan kami.

Akhirnya, saya selesai juga membuat sebuah perpustakaan keluarga! Terus terang, saya senang sekali. Sudah menjadi cita-cita sejak dulu untuk memiliki sebuah ruang baca yang nyaman di rumah. Akhir tahun lalu, alhamdulillah proses pembangunan rumah kami selesai. Ini juga merupakan sebuah target, karena sejak mula saya dan isteri tidak mau beli rumah, kendaraan, dll dengan kredit di bank. Lain kali akan saya tuliskan.

Soal pentingnya membaca, saya sudah sering tuliskan. Maka, sebuah perpustakaan yang baik mutlak diprioritaskan saat mendesain rumah. Total ada 572 buku yang saya, Intan, dan Kinan punya sejauh ini. Daftarnya bisa dilihat di https://bit.ly/PerpusRTC. Continue reading


1 Comment

Resensi Buku: Orang-Orang Bloomington (Budi Darma)

Buku Orang-Orang BloomingtonKarya sastra yang menurut saya bagus, adalah yang bisa membuat pembacanya merenungi maknanya. Saat membaca “Orang-Orang Bloomington” karangan Prof. Budi Darma, saya tidak hanya merenung, bahkan sampai terpekur. Dalam enam cerita pendek yang ada di buku ini, tidak ada yang latarnya istimewa. Biasa-biasa saja. Sepintas nampak seperti problematika manusia pada umumnya, yang tak perlu mendapat perhatian lebih.

Apa yang membuat pembaca harus bertahan dengan cerita-cerita seputar konflik antartetangga, kisah asmara, atau dinamika dalam keluarga? Lagipula, walaupun cerita-cerita ini ditulis saat pengarangnya sedang tugas belajar di Amerika Serikat, tidak banyak yang diceritakan Budi tentang keadaan di sana. Kita tidak terlalu bisa membayangkan seperti apa keadaan di Amerika, musimnya, kulturnya, kondisi sosial masyarakatnya. Gaya berceritanya pun cenderung datar, tanpa letupan-letupan peristiwa yang betul-betul memikat. Continue reading


1 Comment

Resensi Buku Sukarno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia: Bung Besar, Pengorbanan Besar

Buku Sukarno

Referensi gambar klik di sini.

Saat berkunjung ke California, Amerika Serikat, Presiden Sukarno minta diantarkan ke toko pakaian dalam. Isterinya minta dibelikan BH. Ternyata, Sang Pemimpin Besar Revolusi lupa berapa ukuran BH isterinya. Tentu saja di jaman itu berkomunikasi sangatlah sulit. Bung Karno tidak kehilangan akal. “Bisakah dikumpulkan ke sini semua pramuniaga, agar aku bisa menentukan ukuran mangkok daging ini?”

Setelah semua pramuniaga berbaris, presiden meneliti dengan hati-hati, sambil berkata, “Tidak, engkau terlalu kecil… oh, engkau kebesaran… ya, engkau pas sekali.” Ternyata ukurannya memang pas dengan BH isterinya (tidak disebutkan isteri yang mana).

Kecintaan Sukarno terhadap perempuan memang diakuinya sendiri dalam buku yang ditulis oleh Cindy Adams, “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”. Selain jumlah perempuan yang pernah dinikahinya sebanyak delapan, dia sendiri dalam banyak kesempatan tidak malu-malu mengungkapkan sifatnya yang satu ini. Continue reading


Leave a comment

Sutan Sjahrir Sang Demokrat Sosialis

Buku SyahrirKenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir

Mestinya kita semua bahwa baris-baris di atas adalah penggalan puisi “Karawang-Bekasi”, yang ditulis sang legenda, Chairil Anwar, di tahun 1948. Mungkin kebetulan bahwa Chairil masih terhitung kemenakan Sjahrir. Namun kalaupun tidak, si Bung Kecil, demikian ia disebut karena perawakannya yang pendek, memang di masa perang kemerdekaan amat populer di kalangan angkatan muda yang berjuang melawan Belanda yang kembali datang untuk menancapkan kembali kukunya di tanah air setelah kita merdeka. Continue reading


Leave a comment

Teladan dari Natsir dan Yamin

Buku. M Natsir

Sumber: [1]

Baru-baru ini saya membaca biografi dua tokoh besar jaman pergerakan nasional, Mohammad Natsir dan Muhammad Yamin. Kebetulan keduanya berasal dari Minangkabau. Alih-alih menuliskan ringkasan kisah hidup mereka sesuai dengan tahun kejadian, saya lebih suka untuk menyarikan mutiara teladan kehidupan dari kedua bapak bangsa ini.

***

Tahun 1927, saat usianya 18 tahun, Mohammad Natsir pindah dari Padang ke Bandung. Di kota kembang dia bersekolah di Algemeene Middelbare School (AMS). Di masa sekarang AMS setara dengan SMA dan saat itu menjadi sekolah menengah kelas dua. Natsir yang hanya anak seorang juru tulis tidak dapat bersekolah di Hogere Burger School (HBS) yang khusus diperuntukkan untuk anak-anak Belanda, Eropa, atau elite pribumi, diantaranya adalah Soekarno dan Tirto Adhi Suryo, yang dinovelkan Pram dalam Tetralogi Buru-nya itu.

Continue reading


Leave a comment

Antara Baik dan Buruk

Sengsara cover

“Sengsara Membawa Nikmat” terbit pada tahun 1929, dan merupakan karya Tulis Sutan Sati yang paling terkenal. Cukup banyak orang yang mengetahui karya sastra ini, salah satu alasannya adalah karena diangkatnya novel ini ke layar kaca di tahun 1991. Ketika itu masyarakat mengenal serial “Si Midun” di TVRI, dimana Sandy Nayoan dan Desy Ratnasari didapuk sebagai protagonis utama.

Mengambil latar cerita yang sebagian besar terjadi di Sumatera Barat, SMN mengetengahkan permasalahan klasik yang berulangkali terjadi di dalam dunia ini, pertentangan antara baik dan buruk. Midun, seorang pemuda alim, mulia akhlaknya, dan pandai silat, harus menderita hidupnya karena Kacak, yang dengki dan iri hati.

Kacak merasa Midun telah menyerobot perhatian orang kampung yang seharusnya ditumpahkan kepadanya. Anak peladang seperti Midun tidak seharusnya menjadi bintang. Kacak adalah kemenakan Tuanku Laras, pembesar di kampung mereka. Dalam adat Minangkau yang matrilineal, penanggung jawab dari seseorang adalah paman dari pihak ibunya. Maka, Kacak pongah dan merasa bisa berbuat semaunya.

Continue reading


Leave a comment

Potret Sosial dalam Novel “Atheis”

Atheis cover

Sungguh tragis riwayat Hasan. Maksud mulia hendak mengislamkan kembali Rusli dan Kartini, dua orang yang disebutnya sebagai kafir-kafir modern, malah dirinya terjebak ke dalam pusaran hidup yang sungguh berlawanan arah. Tidak hanya gagal, Hasan justru terbawa hidup materialistis seperti dua kawannya yang atheis itu.

Rajin beribadah, namun tidak alim, karena sesungguhnya Hasan memang kurang berilmu agama. Dia adalah penganut tarekat yang taat. Hasan pernah mandi di sungai Cikapundung selama empat puluh kali dalam semalam. Pernah juga dia mengunci diri di kamar selama tiga hari dan tiga malam, tanpa makan, minum, dan tidur. Namun, amalan-amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad itu tidak pernah membangkitkan gairahnya untuk bertanya. Walaupun di masa itu termasuk sebagai golongan langka yang bisa mengenyam pendidikan Belanda, Hasan bukanlah seorang intelektual yang gemar mencari tahu jawaban akan alasan terjadinya suatu peristiwa. “Apa artinya kata-kata ”Arab” (?) itu sampai kini aku tidak tahu.” (Bagian Ketiga) Bahkan untuk hal yang mendasar seperti memahami makna dari bacaan doa yang dipanjatkannya setiap saat, sikapnya apatis.

Hasan beragama hanya karena terbiasa. Selain itu, ketakutan akan neraka mendorongnya untuk sangat patuh dalam menjalankan tarekatnya. Namun lagi-lagi pemahamannya akan neraka itu didapatkan hanya dari potongan-potongan dongeng masa kecil. Maka tidak heran, pondasi keimanannya itu seperti kaca. Tampak indah dan menyilaukan mata orang awam, namun sesungguhnya amat rentan dan tidak mampu menopang permasalahan hidupnya.

Continue reading