Substansi

Ingin jadi wartawan, nyasar jadi guru


Leave a comment

Mengajarkan kepunahan binatang ke balita

Photo 11-05-2019, 10 44 36 amKinan (4 tahun 3 bulan) sudah lama tertarik dengan binatang dan keanekaragaman hayati. Tempo hari dia bertanya,
K: Ayah, punah itu apa?
 
R: Punah itu berarti sudah tidak ada binatangnya di dunia ini. Misalnya badak mungkin sudah hampir punah, karena tinggal sedikit.
 
K: Ooo, badak sudah hampir punah. Kalau kucing belum punah?
 
R: Kucing masih banyak.
 
K: Kenapa kalau badak hampir punah, tapi kucing masih banyak?
 
R: Ada yang bilang karena badak diburu. Itu betul, tetapi sebetulnya, ada alasan yang lain. Badak hamilnya lama, 17 bulan baru keluar bayi badak. Itu pun biasanya cuma satu, lahir kembar jarang-jarang. Coba kalau kucing, tiga bulan sudah lahir bayi-bayi kucing. Sekali lahir bisa tiga, atau bahkan lima ekor bayi.
 
Setelah saya jelaskan begitu ternyata dia belum terlalu mengerti. Wajar, apa yang saya terangkan adalah logika matematika sederhana. Di umur empat tahun, anak-anak sudah banyak yang bisa mengerti angka dan menghitung sedikit-sedikit. Tetapi untuk soal abstraksi, belum semua mengerti.

Continue reading

Advertisement


Leave a comment

Membeli Kehidupan Sosial

sekolah di desaSejak kecil saya belajar dengan rajin. Menghabiskan bertahun-tahun di bangku sekolah. Dari TK sampai kuliah kita perlu waktu 18 tahun. Tujuh tahun di antaranya saya jalani dengan berjauhan dari keluarga. Banyak orang, dari SMP atau bahkan SD malah sudah merantau demi pendidikan.

Ratusan juta rupiah dikeluarkan para orangtua. Supaya kelak anak-anaknya bisa mendapatkan bekal yang baik di masa depan. Hasilnya, tentu saja tidak pernah saya keluhkan. Saya selalu bersyukur. Paling tidak jika melihat teman-teman dengan pola pendidikan serupa, hidup kami baik, lebih malah. Makan cukup, rumah layak, tidak kehujanan saat berkendara, dan kadang-kadang masih bisa liburan.

Namun kadang-kadang saya gamang. Saya dan isteri memang nyaman hidupnya. Tetapi, saya ragu kami sudah berhasil memberikan kebahagian yang sama seperti orangtua dulu memberikan ke saya semasa kecil. Makanan, kesehatan, pendidikan dan mainan tentu saja kami sudah berusaha menyediakan yang terbaik. Tetapi, apakah anak-anak pasti senang dengan itu saja? Continue reading


Leave a comment

Refleksi tahun 2018 dan resolusi tahun 2019

Tahun 2018 mengejutkan saya. Bukan soal karir yang biasa-biasa saja, dan memang juga saya tidak terlalu ngoyo. Tapi, soal kesehatan.

Tengah tahun saya cek kesehatan. Hasil lab mengejutkan. Tingkat kolesterol dan indikator risiko terkena penyakit kardiovaskular bukan cuma tinggi. Bahkan lebih tinggi dari batas paling maksimal. Saat dokter meminta supaya saya minum obat penurun kolesterol, di situ saya merasa seperti pesakitan. Di umur yang ke-32, saya ternyata tidak bisa menjaga tubuh dengan baik. Continue reading


4 Comments

Project done! Perpustakaan Keluarga

1. Perpus RTC

Dua lemari buku di perpustakaan kami.

Akhirnya, saya selesai juga membuat sebuah perpustakaan keluarga! Terus terang, saya senang sekali. Sudah menjadi cita-cita sejak dulu untuk memiliki sebuah ruang baca yang nyaman di rumah. Akhir tahun lalu, alhamdulillah proses pembangunan rumah kami selesai. Ini juga merupakan sebuah target, karena sejak mula saya dan isteri tidak mau beli rumah, kendaraan, dll dengan kredit di bank. Lain kali akan saya tuliskan.

Soal pentingnya membaca, saya sudah sering tuliskan. Maka, sebuah perpustakaan yang baik mutlak diprioritaskan saat mendesain rumah. Total ada 572 buku yang saya, Intan, dan Kinan punya sejauh ini. Daftarnya bisa dilihat di https://bit.ly/PerpusRTC. Continue reading


Leave a comment

Mengajarkan Anak Memakai Car Seat

Kinan di car seat

Kinan di car seat

Kinan (3 tahun 4 bulan) sejak sekitar setengah tahun yang lalu kadang-kadang saya tanya.
A: Kinan, mau duduk di kursi depan?
K: Nggak mau. Di car seat aja.
A: Kenapa?
K: Di depan bahaya!
A: Kalau pakai car seat tapi di depan?
K: Nggak mau juga! Di belakang aja.

Belakangan ini, isteri saya juga sering bertanya.

B: Kinan, kalau Bunda duduk di mana?
K: Bunda di depan aja sama Ayah. Kinan sendiri di belakang.

Setiap kali naik mobil, Kinan memang duduknya di car seat, yang letaknya di jok tengah. Car seat ini kami beli sejak kembali ke tanah air di akhir tahun 2016. Alhamdulillah, dia tidak pernah berontak. Padahal, Kinan adalah anak yang sangat aktif. Bagi yang pernah ketemu, saya yakin akan membenarkan. Dia adalah tipe anak yang tidak bisa berhenti bergerak dan tidak mau diam. Setiap sudut ruangan akan dia jelajahi dan tanya. “Ini apa”, “Yang ini kenapa warnanya merah?”, “Oooh, ini buat duduk ya?”. Itu adalah beberapa dari banyak pertanyaannya. Continue reading


Leave a comment

Belajar bersama

Isteri saya bisa masak soto betawi, saya juga bisa masak kare ayam (tanpa bumbu instan). Saya bisa merakit lemari baju dan dipan, isteri saya juga bisa merakit rak buku (dari kayu). Saya bisa benerin kelistrikan rumah dan ganti ban mobil, isteri saya juga bisa betulin kran bak cuci piring dan dudukan shower. Isteri saya tiap malam bacakan buku sebelum anak kami tidur, saya juga sering cebokin setiap kali Kinan selesai BAB.

Di jaman sekarang, menurut saya bukan masanya lagi sebagian jenis pekerjaan rumah tangga itu terlalu di-stereotipkan ke perempuan/laki-laki. Semua bisa dibagi dengan rata. Saling bantu membantu. Continue reading


1 Comment

Obrolan dengan Istri

Obrolan dengan istri waktu akhir pekan:

Kalau dikasih umur panjang, saya tidak mau kelak tinggal bersama anak-anak. Lebih baik hidup berdua dengan istri saja sampai tua. Kami tidak mau merepotkan orang lain.

Saya ingin sampai tua seperti Bapak, sebisa mungkin tidak merepotkan orang lain, walaupun itu ke anak dan istri sendiri. Kalau ada urusan dinas, saya lebih suka pergi dan pulang sendiri ke/dari stasiun/bandara/pool travel, toh taksi/uber/gojek ada banyak. Maka jangan tersinggung kalau saya tidak mau diambilkan nasi atau disiapkan baju. Saya tidak mengawini kamu supaya saya bisa mendapatkan layanan semacam itu. Jangan merasa rikuh juga kalau setelah makan saya ikut membereskan piring kotor, itu sudah sewajarnya dalam kehidupan suami istri yang egaliter (sama rata).

Continue reading


Leave a comment

Tetap Prima Melayani Negeri Walau Terpisah 14.000 km

Rumah yang bisa terbangun berkat pelayanan BNI yang prima.

Rumah yang bisa terbangun berkat pelayanan BNI yang prima.

Rasanya hampir putus asa saat itu. Impian sejak dulu untuk memiliki rumah sendiri kelihatannya bakal sirna seketika. Di saat kontraktor sudah sepakat dengan harga, saya terkendala untuk mengirim dananya. Uang sebesar 250 juta rupiah sudah tersedia di rekening. Namun, saat itu banyak hambatan teknis yang membuat dana tersebut sulit untuk terkirim. Padahal, tanpa adanya uang, kontraktor bisa membatalkan kesepakatan. Bukan cuma kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kontraktor berkualitas dengan harga borongan yang murah, saya pun bisa dianggap telah mempermainkan mereka, sehingga kelak sulit untuk mendapatkan kepercayaan lagi.

Kendala jarak

Saat itu, di bulan Mei 2015, saya memang sedang berada di Belanda. Sejak akhir tahun 2012 saya bersama istri tinggal di negeri kincir angin, tepatnya di kota Groningen. Saya dikirim oleh perguruan tinggi tempat saya bekerja untuk tugas belajar program doktoral. Selama itu, rekening BNI saya tetap aktif, karena sebagai seorang PNS, saya tetap mendapatkan kiriman gaji setiap bulannya.

Bukannya bermaksud untuk menyombongkan diri, sejak awal bekerja di tahun 2011, saya jarang sekali mengurus rekening di BNI. Pasalnya, gaji dan berbagai honor dosen yang terkirim kesitu selama ini sengaja saya perlakukan sebagai “uang mati”. Bukannya tidak perlu uang, justru dana di BNI saya persiapkan sebagai tabungan, yang hanya boleh dipakai kalau keadaan amat mendesak. Artinya, saya harus bisa disiplin untuk mencukupkan kebutuhan dari sumber pendapatan yang lain, misalnya dari proyek konsultansi, investasi, atau honor menulis di media.

Continue reading


1 Comment

Pentingnya Zakat dan Shodaqoh

Pagi ini terjadi diskusi yang cukup seru tentang besaran zakat dan shodaqoh di grup BBM alumni SMP. Diskusi ini membuat saya jadi merenungkan beberapa hal.

Saya tidak bermaksud untuk riya’. Di keluarga, kami selalu diajarkan untuk membagi rezeki dengan mereka yang membutuhkan. Mas Hari yang paling banyak mencontohkan (baca: Anak sulung yang ideal). Selayaknya orang Jawa, saya tidak pernah secara langsung diberitahu harus begini-begitu. Hikmah kehidupan diberikan secara implisit dan harus dipelajari sendiri. Dari kecil saya sering sekali melihat Mas Hari, Mbak Eni, dan orangtua datang ke saudara-saudara dan tetangga-tetangga yang tidak mampu. Mereka silaturahim sekaligus memberikan sedikit uang, sebagai bagian dari zakat dan shodaqoh.

Kejadian-kejadian itu terekam baik di otak saya. Ketika sudah besar, saya pun berusaha mencontoh. Penghasilan saya sebagai seorang dosen itu tidak menentu seperti pekerja kantoran yang lain. Selain gaji yang datang tiap bulan, kadang turun honor dari proyek konsultansi, riset penelitian, atau honor saat diundang menjadi narasumber di kantor pemerintah. Setiap kali dapat uang, saya langsung potong minimal 2,5%. Uang perjalanan (SPPD) pun saya potong. Tidak lupa juga saat investasi saya berupa sapi, kambing, ikan gurame, dan angkot menghasilkan uang, langsung saya sisihkan alokasi untuk zakat. Supaya tenang dan tidak tercecer.

Continue reading


Leave a comment

Perpustakaan Keluarga dan Budaya Literasi

Beberapa waktu yang lalu saya membuat basis data kecil-kecilan untuk mencatat buku saya, Intan, dan Kinan. Sebetulnya ini sudah dirintis sejak 2 tahunan yang lalu. Latar belakang proyek kecil ini cukup sederhana. Dulu waktu kecil, banyak buku dan komik saya yang hilang setelah dipinjam teman-teman. Jika tercatat dengan baik, hilangnya buku dapat diminimasi.

Basis data ini sederhana saja. Hanya berupa catatan menggunakan Google Spreadsheet. Berikut tautan dan contohnya.

https://docs.google.com/spreadsheets/d/1RtkgDB8Z1q9y7lq11Im_PAVfliObQMM3swGQKhuWFrw/edit#gid=846508825

Basis data perpustakaan.

Basis data perpustakaan.

Continue reading