Substansi

Ingin jadi wartawan, nyasar jadi guru


1 Comment

Kabar dari dokter genetika

Saya masih dan selalu kagum dengan pelayanan kesehatan di negeri Belanda. Rigid, prosedural, dan tidak memfasilitasi pasien manja. Namun tulus dan sungguh-sungguh dalam melayani.

Seperti diketahui, anak kami, Kinan lahir di Groningen, Belanda, dengan penyakit yang bernama ichthyosis. Ini merupakan penyakit genetik bawaan dengan peluang hanya 1 per 600.000 kelahiran yang sampai saat ini seluruh dokter dan para ahli di dunia belum menemukan obatnya. Penyakit ini membuat kulit Kinan mengelupas lebih cepat dari orang normal, dan selalu kering. Seperti banyak congenital disease, ichthyosis bakal berlangsung seumur hidup. Kinan bisa terkena penyakit ini karena saya dan Intan sama-sama membawa gen resesif. Jadi memang sudah takdir. Karena probabilitas terbawanya gen itu independen (boleh ikut kelas saya, Teori Probabilitas, kalau mau penjelasan lebih lanjut soal ini 😄), maka di setiap kelahiran yang akan datang, peluang anak-anak kami terkena ichthyosis selalu sama, sebesar 25%. Continue reading

Advertisement


Leave a comment

Kuliner Jawa di Lampung

Mas Yanto. 1

Burung dara goreng

Sejak semester lalu saya ditugaskan mengajar di Institut Teknologi Sumatera (ITERA), di Bandar Lampung. ITERA bersama dengan Institut Teknologi Kalimantan (ITEKA) adalah proyek pemerintah untuk memperbanyak perguruan tinggi teknik di luar Jawa. ITERA di bawah binaan ITB, dan ITEKA diasuh oleh ITS. Sebelum kampusnya jadi, mahasiswa ITERA sempat kuliah tahun pertama (TPB) di kampus ITB Jatinangor.

Saya rasa ini adalah program yang bagus dari pemerintah. Majunya industri sebuah negara tergantung dari ketersediaan dan kualitas SDM di bidang teknik dan sains. Siapa yang membangun pabrik dan jembatan kalau bukan orang teknik. Begitu juga, kita selalu ketinggalan berinovasi karena kekurangan peneliti bermutu di bidang sains. Continue reading


Leave a comment

Resensi Buku: Olenka

Buku. Olenka‘Olenka’ memberikan pengalaman baru yang mengasyikkan. Ceritanya sederhana, namun memberikan makna yang begitu dalam. Sering dipuji sebagai salah satu karya sastra terbaik di Indonesia, saya rasa itu tidaklah berlebihan.

Seperti dalam ‘Orang-Orang Bloomington’, Prof. Budi Darma menggali sisi terdalam dari kehidupan manusia dalam novelnya ini. Hanya terdapat tidak lebih dari lima karakter pokok. Ceritanya pun tidak menwarkan letupan-letupan peristiwa yang mendebarkan hati. Justru cenderung datar, dan menuntut kita untuk ikut merenung. Di situlah malah daya tariknya dari buku setebal 426 halaman.

Hubungan terlarang

Cerita berawal dari pertemuan Fanton Drummond, dengan seorang perempuan di lift gedung apartemennya, yang belakangan diketahui bernama Olenka. Fanton yang masih muda, segera tertarik ke Olenka. Continue reading


Leave a comment

Pendidikan Kesehatan

olahragaPagi itu, di bulan Desember tahun lalu, sembari berlari di bawah birunya langit Kuta, saya berpikir. Seharusnya eberhasilan pendidikan tidaklah sesempit tingginya rata-rata nilai yang dicapai peserta kelas. Mestinya dampaknya diukur secara jangka panjang.

Ambil contoh mata pelajaran olahraga, atau di jaman saya sekolah dulu disebut sebagai pendidikan jasmani dan kesehatan (penjaskes). Adakah dampak penjaskes yang terasa sampai sekarang? Kalau buat saya, tidak banyak. Malah cukup banyak memori kurang menyenangkan. Lari di tengah terik matahari dan ujian senam yang saya tidak lancar gerakannya adalah beberapa di antaranya. Kalau ada kesenangan main sepakbola dan bulutangkis, itu saya dapatkan di luar sekolah. Pada akhirnya, penjaskes tidak lebih sebuah formalitas, yang penting lulus dengan nilai cukup. Continue reading


Leave a comment

Membeli Kehidupan Sosial

sekolah di desaSejak kecil saya belajar dengan rajin. Menghabiskan bertahun-tahun di bangku sekolah. Dari TK sampai kuliah kita perlu waktu 18 tahun. Tujuh tahun di antaranya saya jalani dengan berjauhan dari keluarga. Banyak orang, dari SMP atau bahkan SD malah sudah merantau demi pendidikan.

Ratusan juta rupiah dikeluarkan para orangtua. Supaya kelak anak-anaknya bisa mendapatkan bekal yang baik di masa depan. Hasilnya, tentu saja tidak pernah saya keluhkan. Saya selalu bersyukur. Paling tidak jika melihat teman-teman dengan pola pendidikan serupa, hidup kami baik, lebih malah. Makan cukup, rumah layak, tidak kehujanan saat berkendara, dan kadang-kadang masih bisa liburan.

Namun kadang-kadang saya gamang. Saya dan isteri memang nyaman hidupnya. Tetapi, saya ragu kami sudah berhasil memberikan kebahagian yang sama seperti orangtua dulu memberikan ke saya semasa kecil. Makanan, kesehatan, pendidikan dan mainan tentu saja kami sudah berusaha menyediakan yang terbaik. Tetapi, apakah anak-anak pasti senang dengan itu saja? Continue reading


Leave a comment

Surat untuk dokter

Beres-beres file di komputer (kebiasaan semesteran). Menemukan sebuah file. Ternyata surat yang dulu kami tuliskan untuk para perawat dan dokter di neo-natal intensive care unit (NICU) di UMCG, Groningen, Belanda.

Orang Belanda punya kebiasaan untuk mengirimkan kartu ucapan. Kelahiran, ulang tahun, pindah rumah, terima kasih, dll. Jika ada bayi yang baru lahir, biasanya tetangga akan mengirimkan kartu ucapan di kotak surat kita. Indah, kan? Continue reading


Leave a comment

Refleksi tahun 2018 dan resolusi tahun 2019

Tahun 2018 mengejutkan saya. Bukan soal karir yang biasa-biasa saja, dan memang juga saya tidak terlalu ngoyo. Tapi, soal kesehatan.

Tengah tahun saya cek kesehatan. Hasil lab mengejutkan. Tingkat kolesterol dan indikator risiko terkena penyakit kardiovaskular bukan cuma tinggi. Bahkan lebih tinggi dari batas paling maksimal. Saat dokter meminta supaya saya minum obat penurun kolesterol, di situ saya merasa seperti pesakitan. Di umur yang ke-32, saya ternyata tidak bisa menjaga tubuh dengan baik. Continue reading


Leave a comment

Tidak Mengambil Keputusan di Tengah-Tengah

Bagi yang sering naik kereta api jaman dulu, apa kesan Anda? Jadwalnya tidak handal, gerbongnya kumuh, dan berantakan. Saya tambahkan satu lagi, tidak punya orientasi servis. Merasa tidak ada saingan, dan menganggap penumpang yang butuh, maka menjadi jumawa.

Saya dulu pelanggan KA jarak jauh, Bandung-Surabaya, kemudian lanjut ke Jember. Kehandalannya buruk sekali. Jadwalnya sampai Gubeng jam 5.00, bisa sampainya jam 7.30. Di tengah perjalanan, tiba-tiba berhenti di tengah sawah selama dua jam. Tanpa ada satu pun petugas KA yang berinisiatif menjelaskan apa yang terjadi. Belum lagi pedagang asongan yang lebih punya kuasa masuk kereta dibanding penumpang, copet, dsb.

Kemudian datanglah Ignasius Jonan. Selama menjabat sebagai Dirut PT KAI, tidak ada yang memungkiri bahwa dia telah membawa perubahan besar. Operasi kereta api menjadi lebih handal, rapi, dan bersih. Namun, usahanya itu tidak tanpa tantangan. Salah satunya datang dari pedagang asongan. Mereka menganggap bahwa Jonan telah menghilangkan mata pencaharian para pedagang. Pasalnya, setelah puluhan tahun dengan bebas berjualan, sekarang akses tidak diberikan sama sekali. Continue reading


4 Comments

Project done! Perpustakaan Keluarga

1. Perpus RTC

Dua lemari buku di perpustakaan kami.

Akhirnya, saya selesai juga membuat sebuah perpustakaan keluarga! Terus terang, saya senang sekali. Sudah menjadi cita-cita sejak dulu untuk memiliki sebuah ruang baca yang nyaman di rumah. Akhir tahun lalu, alhamdulillah proses pembangunan rumah kami selesai. Ini juga merupakan sebuah target, karena sejak mula saya dan isteri tidak mau beli rumah, kendaraan, dll dengan kredit di bank. Lain kali akan saya tuliskan.

Soal pentingnya membaca, saya sudah sering tuliskan. Maka, sebuah perpustakaan yang baik mutlak diprioritaskan saat mendesain rumah. Total ada 572 buku yang saya, Intan, dan Kinan punya sejauh ini. Daftarnya bisa dilihat di https://bit.ly/PerpusRTC. Continue reading


1 Comment

Resensi Buku: Orang-Orang Bloomington (Budi Darma)

Buku Orang-Orang BloomingtonKarya sastra yang menurut saya bagus, adalah yang bisa membuat pembacanya merenungi maknanya. Saat membaca “Orang-Orang Bloomington” karangan Prof. Budi Darma, saya tidak hanya merenung, bahkan sampai terpekur. Dalam enam cerita pendek yang ada di buku ini, tidak ada yang latarnya istimewa. Biasa-biasa saja. Sepintas nampak seperti problematika manusia pada umumnya, yang tak perlu mendapat perhatian lebih.

Apa yang membuat pembaca harus bertahan dengan cerita-cerita seputar konflik antartetangga, kisah asmara, atau dinamika dalam keluarga? Lagipula, walaupun cerita-cerita ini ditulis saat pengarangnya sedang tugas belajar di Amerika Serikat, tidak banyak yang diceritakan Budi tentang keadaan di sana. Kita tidak terlalu bisa membayangkan seperti apa keadaan di Amerika, musimnya, kulturnya, kondisi sosial masyarakatnya. Gaya berceritanya pun cenderung datar, tanpa letupan-letupan peristiwa yang betul-betul memikat. Continue reading