Substansi

Ingin jadi wartawan, nyasar jadi guru


Leave a comment

Kebab di Belanda

Kapsalon & Durum

Durum dan kapsalon

Tulisan ini sudah direncanakan lama sekali. Gambar-gambarnya saja diambil mungkin sudah lebih dari empat tahun yang lalu. Apa daya, rasa malas dan ketertarikan untuk menulis yang lain mengalahkan motivasi untuk menulis kuliner ini.

Aneh juga kalau dipikir. Padahal, selama tinggal di Belanda, kebab adalah salah satu makanan favorit. Kepopuleran kebab sepertinya berlaku universal di kalangan pelajar dari Indonesia. Selain rasanya yang nikmat, kegemaran teman-teman bersumber dari kehalalannya. Walaupun sebetulnya, hal ini tidak pernah terbukti dengan pasti. Saya tidak ingat ada label halal di warung-warung kebab. Di beberapa gerai makanan cepat saji seperti wok (identik dengan makanan Cina), justru malah ada label halalnya. Continue reading

Advertisement


Leave a comment

Kuliner Jawa di Lampung

Mas Yanto. 1

Burung dara goreng

Sejak semester lalu saya ditugaskan mengajar di Institut Teknologi Sumatera (ITERA), di Bandar Lampung. ITERA bersama dengan Institut Teknologi Kalimantan (ITEKA) adalah proyek pemerintah untuk memperbanyak perguruan tinggi teknik di luar Jawa. ITERA di bawah binaan ITB, dan ITEKA diasuh oleh ITS. Sebelum kampusnya jadi, mahasiswa ITERA sempat kuliah tahun pertama (TPB) di kampus ITB Jatinangor.

Saya rasa ini adalah program yang bagus dari pemerintah. Majunya industri sebuah negara tergantung dari ketersediaan dan kualitas SDM di bidang teknik dan sains. Siapa yang membangun pabrik dan jembatan kalau bukan orang teknik. Begitu juga, kita selalu ketinggalan berinovasi karena kekurangan peneliti bermutu di bidang sains. Continue reading


1 Comment

Mewahnya Rasa di Warung Sederhana Gubeng

Depot Sederhana 1

Rawon asli Jatim. Nasi dicampur, dengan tauge pendek mentah dan kerupuk udang. Beberapa orang (termasuk saya) suka menambahkan tempe yang disiram kuah rawon.

Walaupun belum menjelajah seperlima hamparan bumi, saya bersyukur sudah pernah ke banyak tempat, baik di mancanegara, maupun mengelilingi bumi Indonesia. Untungnya lidah saya ini cukup adaptif, sehingga rasa kuliner lokal biasanya mudah diterima. Contohnya, kuliner laut segar dengan bumbu minimalis tidak semua orang suka, saya cocok-cocok saja. Isteri saya sangat tidak suka Ayran, minuman khas Turki dari Yoghurt ditambah garam, saya malah gemar.

Sifat adaptif saya ini malah membuat beberapa gaya kuliner asli Jatim menjadi kurang cocok.  Contohnya, saat ini saya lebih suka lalapan mentah ala Sunda dibandingkan yang direbus seperti di Jember. Sate kambing juga lebih suka yang bumbu kecap ala Jateng dibandingkan bumbu kacang khas Madura. Kalau diperingkatkan, malah sate madura sekarang posisinya agak bawah, pasalnya saya lebih gemar sate padang berkuah kental yang bagi banyak orang Jatim dihindari, karena katanya seperti umbel (Jw. ingus). Continue reading


Leave a comment

Menikmati Rahang Tuna di Bitung

Photo 08-06-2017, 6 46 32 pm

Rahang tuna bakar. Sambal dabu-dabu dan tumis bayam.

Bulan puasa tahun lalu saya ke Bitung, untuk melaksanakan tugas dari kantor. Bitung adalah sebuah kabupaten di Sulawesi Utara. Kira-kira 1,5 jam di sebelah timur Manado. Ini adalah pengalaman pertama ke Sulawesi Utara, dan kunjungan pertama ke Pulau Sulawesi dalam lima tahun terakhir.

Sebetulnya saya sempat agak menyesal, kenapa tugasnya harus di saat bulan puasa. Biasa, di setiap kunjungan ke daerah, saya ingin mencicipi kuliner lokal sebanyak-banyaknya. Saya termasuk orang yang gemar mencoba, dan cenderung tidak mudah percaya dengan apa yang orang bilang, sebelum membuktikan sendiri. Continue reading


1 Comment

Kembali ke Selera Asal di Jember

Nasi pecel

Tipikal penjual nasi pecel di Jember.

Saya punya kebiasaan untuk memberikan ‘star’ di Google Maps bagi kota-kota yang pernah saya kunjungi. Kriterianya, paling tidak saya ada urusan dinas, acara keluarga atau sengaja berlibur di kota tersebut. Jadi seperti transit atau sekedar singgah makan tidak dihitung.

Dan ternyata saya sudah pernah ke 76 kota di 14 negara. Di Indonesia sendiri, baru 12 provinsi yang pernah saya datangi.

Di setiap kota, hampir tidak pernah terlewat ritual untuk mencicipi kuliner khasnya. Salah satu cara untuk melihat budaya lokal adalah dengan melihat tradisi masakannya. Untungnya saya termasuk orang yang gemar mencoba hal baru dan lidah saya pun cukup mudah beradaptasi akan berbagai jenis citarasa.

Continue reading


Leave a comment

Berburu Kuliner di Medan

7. Medan

Ucok Durian Medan.

Di awal tahun 2017 yang lalu saya diberi beberapa alternatif pilihan untuk dinas luar kota: Cikarang, Jakarta, Surabaya, Palembang, Bontang, dan Medan. Langsung saya memilih opsi yang terakhir, dengan pertimbangan dapat bertemu dengan kakak saya yang kedua, Mbak Eni. Kakak saya itu tinggal di Medan bersama suaminya, Mas Rai, mulai dari tahun 2001, sampai sekarang sudah dikaruniai tiga orang anak laki-laki, dua diantaranya kembar.

Sebetulnya acaranya di Pangkalan Brandan. Namun karena hanya dua jam perjalanan darat, saya memutuskan untuk menginap di Medan saja. Datang Jum’at malam, acara hari Senin, dan Selasa pagi kembali ke Bandung.

“Mau jalan-jalan kemana di Medan”, Tanya mbak Eni.

Continue reading


Leave a comment

Rawa Indah, Kuliner Laut Segar di Bontang

Lokasi                             : Pasar Rawa Indah, Bontang

Estimasi harga              : Rp 40.000 – 50.000 per porsi

Rawa Indah 1

Ikan dan seafood yang segar

Salah satu hal yang saya suka saat kembali ke Indonesia adalah perjalanan dinas. Sebagai umumnya dosen, kami sering ditugaskan ke berbagai daerah di Indonesia, baik terkait dengan kegiatan pendidikan maupun pengabdian kepada masyarakat. Perjalanan dinas berarti wisata dan kuliner gratis. Dari dulu hal ini selalu saya syukuri. Sebagai dosen PNS, tentu pendapatan kami tidak sebesar teman-teman yang bekerja di perusahaan-perusahaan swasta asing. Namun bisa lumayan sering pelesir, adalah suatu rejeki juga.

D awal tahun 2017 saya ditugaskan ke Bontang. Dulu di tahun 2009 s/d 2011 saya lima kali ke kota yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur ini. Bedanya, dulu saya selalu naik pesawat dari Balikpapan ke Bontang. Nyaman sekali, 30 menit di udara dengan ketingian terbang rendah sekitar 3.000-5000 kaki dengan pemandangan yang indah. Namun sekarang, karena beda klien, pesawat tidak bisa disediakan, sehingga untuk pertama kalinya saya naik darat.

Continue reading


Leave a comment

Tempat makan di (sekitar) ITB yang bikin kangen

1. Gerbang belakang ITB

Gerbang belakang ITB. Sumber: [1]

Walaupun pekerjaan saya tetap di ITB, tetap saja kok rasanya kangen dengan tempat-tempat makan sewaktu jadi mahasiswa dulu. Maklum, setelah jadi dosen, saya selalu makan siang bersama-sama kolega di laboratorium. Menunya sih enak-enak, yang paling sering adalah RM Padang Sederhana, Ayam Pringgodani, Tojoyo, Pecel Madiun Hariangbanga, dan Sate Maulana Yusuf. Lebih enak lagi karena gratis, soalnya dibayari pakai dana lab, hihihi. Eh, ini bukan berarti kami korupsi uang mahasiswa ya. Uangnya itu juga berasal dari kami sendiri. Setiap kali dapat proyek dari BUMN/Kementerian atau dana hibah dari DIKTI, sebagian uangnya disisihkan untuk lab. Tidak ada aturan tertulis tentang ini, tetapi setiap orang melakukannya dengan sadar dan taat. Tentu demi keberlangsungan lab.

Tetapi kadang bosen juga makan yang itu-itu terus. Rindu juga dengan makanan-makanan ala mahasiswa S-1 dan S-2 dulu tahun 2004 s/d 2011 yang murah, tidak sehat, tapi enak. Beberapa makanan itu diantaranya adalah sebagai berikut. Mohon dikoreksi jika ada yang salah, karena ingatan saya sudah mulai berkarat.

Di sekitar gerbang belakang ITB

Warung-warung yang ada di sebelah utara ITB, di pinggir jalan Tamansari. Sebagai mahasiswa Teknik Industri yang kampusnya ada di bagian belakang, saya cukup sering kemari. Sayang, terakhir ke ITB tahun lalu, gerbang belakang cukup mengenaskan kondisinya. Kabarnya warung-warung disana sempat mengalami penggusuran. Walaupun sekarang sudah dibangun kembali, gerbang belakang yang ditutup membuat mahasiswa agak malas berkunjung. Terlihat dari pengunjung  yang tampak sepi. Continue reading


Leave a comment

Salero Minang: Restoran Padang di Belanda

Prins Hendrikstraat 150 A, 2518 HX, The Hague, Belanda; http://www.salerominang.nl; 7-10 Euro/porsi

Sate padang.

Sate padang.

Menuruti selera ngidam istri yang sedang hamil di Belanda menimbulkan kerepotan tersendiri. Ngidam makanan Indonesia berarti harus ada usaha lebih, tentu karena kuliner tanah air jumlahnya terbatas di negeri kincir angin. Waktu itu Intan ngidam sate padang. Terus terang ini membuat saya cukup bingung, karena saya tidak bisa membuatnya. Untungnya, setelah bertanya sana-sini, seorang teman memberitahu bahwa ada restoran Indonesia di Den Haag yang menjual sate padang, namanya Salero Minang.

Continue reading


Leave a comment

Babylon: The Best (Halal) Spare Ribs in the Netherlands

Oude Kijk in ‘t Jantstraat 44, 9712 EL, Groningen; 050-3180014; 12-14 Euro/plate

The famous spare ribs.

The famous spare ribs.

I and my husband are living in Groningen, the northern-most city in the Netherlands. It is far from other big cities in the Netherlands, such as Amsterdam and The Hague. If we say to our friends “Please come and visit us in Groningen”, most of them will reply “I want to, but Groningen really is far..” Yeah! But Allah has an infinite justice, God locates a halal restaurant serves the best spare ribs in Groningen (lebay ya?) It becomes an attractive thing that make people visit Groningen.

Continue reading