Substansi

Ingin jadi wartawan, nyasar jadi guru


Leave a comment

Kartu Nama (cerpen)

Tidak pernah kuduga kedatanganku ke kampung halaman kali ini bakal mempertemukanku dengan kejadian yang cukup luar biasa. Awalnya aku hanya mampir untuk menjenguk Ibu, setelah kebetulan kantor menugaskanku untuk menjalin kerjasama dengan universitas di J. Ibu yang setelah jadi janda bersikeras tidak mau ikut tinggal dengan anak-anaknya, sore itu tidak menyambutku dengan keriangannya yang biasa ia tunjukkan ketika bertemu dengan anak dan cucunya.

Aku khawatir isteriku sudah lapor ke Ibu perihal pertengkaran hebat kami beberapa hari yang lalu. Dengan raut muka yang tidak bisa kutebak maknanya, Ibu bilang,

“Melayatlah ke Widi. Dhuhur tadi dia meninggal setelah minggu lalu ditembak polisi. Kau masih ingat bukan rumahnya dimana?”

Tidak perlu dijelaskan kekagetanku. Tentang Widi, Ibu sudah sering menyampaikan salam dari teman masa kecil itu. Setiap kali datang ke Desa S, Ibu tidak kenal bosan menegurku supaya menemuinya. Sebuah anjuran yang tidak pernah aku laksanakan, dengan alasan rasa lelah setelah perjalanan dari B, atau waktu yang habis untuk memenuhi rengekan anak-anak yang minta diantar jalan-jalan di J.

Telanjur malu dan menyesal karena tidak pernah sempat bertemu, aku bergegas pergi tanpa minta penjelasan lebih lanjut ke Ibu tentang tertembaknya Widi. Lagipula, aku tidak ingin mendengar lanjutan berita yang lebih mengguncangkan hati.

Continue reading

Advertisement


Leave a comment

“Untuk permasalahan yang tidak ada jawabannya di Kitabullah (Al-Quran) dan As-Sunnah (Al-Hadits), kita melakukan pertimbangan (judgement) sendiri, itulah yg disebut dengan ijtihad. Inilah hal terbaik yang bisa kita lakukan, karena sumber kebenaran (Rasulullah SAW) sudah tiada.

Jangan pernah kamu bilang bahwa pertimbangan kamu itu adalah pertimbangan dari Allah. Pada saat kamu bilang seperti itu, ketika ada seorang Muslim yang tidak mengikuti pertimbanganmu, berarti dia tidak mengikuti pertimbangan dari Allah. Maka, orang akan cenderung untuk dengan mudah mengkafirkan saudaranya, bahkan menghalalkan saudaranya itu untuk dibunuh. Inilah sangat berbahaya. Pertimbangan itu adalah dari kamu sendiri.

Setiap pertimbangan/ijtihad darimu adalah sama di hadapan Allah, selama mengikuti panduan umum dalam agama. Untuk permasalahan yang sama, pandangan setiap orang bisa berbeda. Bahkan orang yang sama, hari ini dia mempunyai satu pertimbangan atas suatu masalah, besok dia bisa merevisi pertimbangan itu pada saat ada jawaban yang lebih benar. Maka, janganlah kamu dengan mudah dalam menyalahkan pendapat orang lain.”

(Umar bin Khattab, diterjemahkan dari Omar the Series episode 26)


Leave a comment

Pesan Pencopet Kepada Pacarnya (W. S. Rendra)

Sitti,
kini aku makin ngerti keadaanmu
Tak ‘kan lagi aku membujukmu
untuk nikah padaku
dan lari dari lelaki yang miaramu

Nasibmu sudah lumayan
Dari babu dari selir kepala jawatan
Apalagi?
Nikah padaku merusak keberuntungan
Masa depanku terang repot
Sebagai copet nasibku untung-untungan
Ini bukan ngesah
Tapi aku memang bukan bapak yang baik
untuk bayi yang lagi kau kandung

Continue reading


Leave a comment

Terbuang

Lunglai matanya merenda bayang
Dia yang terlarang melangkah datang
Nanar matanya mencari tautan
Tibakah saatnya untuk dicampakkan

Beku matanya menyorot hampa
Tanpa ampun lelaki itu berkata
Aku sudah berjasa!
Datanglah wahai adinda pelipur lara

Kosong matanya bersirat luka
Tubuh molek melenggok manja
Waras akalnya mencari logika
Buah hati tidak ranum tanpa jasa

Rayuan kenes naik ke ujung langit
Belati menanti menyayat kulit

Sorot matanya membakar ilalang
Di gubuknya sendiri ia terbuang
Tajam matanya menusuk tajam
Di rumahnya sendiri ia terbuang

Groningen, April 2016


2 Comments

“Perjalanan”, some parts of my novel

Halo! Ini adalah sebagian kecil (hampir satu bab) dari novel yang sedang saya tulis. Sebetulnya, saya sudah selesai menulis 19 bab yang ada di novel tersebut. Namun, untuk membuatnya menjadi lebih menarik, lively, dan sinkron, saya ternyata perlu waktu cukup lama untuk mengeditnya. Proses menulis dan editing ini menyenangkan. Tetapi sering sulit mencari waktunya di tengah kesibukan sebagai mahasiswa S3 yang berkewajiban untuk coding Matlab, baca literatur, bikin prototype software, dll. Yah tapi dicari-cari saja waktunya.

Selama ini saya tidak menetapkan target khusus. Tetapi karena sudah terlalu lama, dan sebenarnya semua bab nya juga sudah selesai ditulis, saya harus menguatkan hati supaya editing novel ini bisa selesai paling lambat 4 bulan dari sekarang. Saya tulis disini supaya saya sendiri ingat tenggat waktu tersebut.

Sebagai informasi singkat, novel ini bercerita tentang seorang pemuda di desa yang berusaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Untuk meraihnya, dia dan keluarganya harus keluar dari zona nyamannya. Transformasi pemikiran itu yang coba saya tuliskan dengan rinci. Harapannya, dapat menginspirasi banyak orang di Indonesia, terutama untuk mencapai pendidikan tinggi, apa pun latar belakang kondisi kita. Setting nya sendiri terjadi di Indonesia, antara tahun 60-80 an.

Perkara nanti bisa terbit atau tidak, untuk sementara belum terlalu saya pikirkan. Paling tidak kalau sudah selesai, ada satu milestone dalam hidup yang sudah tercapai.

Oke, sementara begitu dulu. Enjoy!

* ………..

Hanya baju baru. Namun tidak berlebihan jika membuat Darsem gembira. Juga tidak berlebihan saat kesedihan melandanya ketika baju yang sama hilang dimaling orang. Apalagi dia baru beranjak tujuh belas tahun. Sudah menjadi kodrat alam jika perempuan di umur sekitaran itu masih ingin banyak merasakan kesenangan duniawi.

Namun, Darsem sedikit berbeda. Dia hanya sebentar merasa sedih, kemudian berlapang dada. Setelahnya malah dia mementingkan kepentingan suaminya di atas kesenangannya sendiri. Sungguh, Rusmi merasa kagum. Dia tahu perempuan itu tidak sedang bersandiwara untuk mengambil hati ibu mertuanya. Lagipula, untuk apa juga ia bermain peran. Mertuanya itu tidak memiliki cukup harta untuk dibagi-bagikan ke dirinya.

***************************

Pengetahuannya akan Darsem mungkin melebihi apa yang Karyamin tahu tentang isterinya itu. Rusmi tahu perempuan muda itu sejak ia masih bocah ingusan. Empat tahun kira-kira usianya ketika itu. Saat pertama kali bertemu, Rusmi merasa bahwa caranya berbicara bukan dari daerah Pandalungan. Memang betul, dia datang dari Nganjuk, daerah yang sudah dekat dengan Provinsi Jawa Tengah.

Darsem tidak punya banyak memori tentang masa kecilnya. Dia hanya ingat di hari itu ia merajuk ke Emaknya.

“Mak, kenapa engkau tidak ikut? Bukankah katamu nanti kita minum es? Ayo, Mak. Aku ingin minum es denganmu”.

Bocah kecil itu kegirangan bakal minum es untuk pertama kalinya. Minuman itu tidak dijual di kampungnya. Tetangganya yang sudah pernah minum es seringkali menceritakan segarnya minuman itu kepadanya. Dinginnya es yang melewati kerongkongan bisa menghilangkan dahaga dengan cepat. Dia sendiri tidak bisa membayangkan ada benda yang lebih dingin dari air sumur yang sudah semalaman tersimpan di ceret yang terbuat dari tanah liat.

Darsem makin senang karena kakek dan neneknya yang datang dari jauh bakal ikut serta. Namun ia heran, untuk minum es apakah perlu harus membawa gembolan yang banyak. Daritadi kakek dan neneknya sibuk menyiapkan empat gembolan yang besar-besar.

“Iya, nanti aku akan menyusul dan minum es denganmu. Tapi aku harus menidurkan adikmu, Dasri, dulu. Masa engkau tega adikmu keluar di tengah angin kencang begini?” Emaknya menjawab dengan terbata-bata.

“Jangan, Mak! Kasihan adik bayi nanti kalau kedinginan. Mak, kenapa matamu merah? Apakah kemarin engkau memburuh mengupas brambang lagi?” Mulut kecilnya terus mencecar dengan pertanyaan-pertanyaan.

“Iya, inilah hasil buruhan emakmu kemarin. Pakailah untuk uang sakumu jajan es”.

Bapaknya ikut menimpali. Setelahnya ia mengangkat Darsem kecil. Cukup lama ia memeluk anak perempuannya itu. Dia melirik ke Wartinah, anaknya yang pertama. Kakaknya itu terdiam memandangi adiknya dan kemudian ia meraih lengannya.

Makin heran Darsem dengan perlakuan orang-orang terhadapnya. Namun ia sudah keburu senang mendapatkan banyak recehan koin rupiah dari bapaknya. Selama ini dia hanya mendapat koin satu atau dua sen. Itu pun kalau kursi bikinan bapaknya laku cukup banyak, atau emaknya habis menjadi buruh pengupas bawang merah yang banyak dihasilkan di daerahnya.

Continue reading


Leave a comment

Teladan dari Khalifah Umar

Cerita I

Sewaktu menjadi khalifah, Umar bin Khattab menyediakan fasilitas publik berupa padang rumput yang untuk tempat penggembalaan ternak. Setiap rakyat Madinah bisa membawa ternaknya kesitu untuk diberi makan dan minum. Biaya pengelolaan padang rumput, termasuk gaji orang-orang yang bekerja disitu, dibayar dari Baitul Maal, yang mana sumber dana utamanya adalah dari zakat umat Muslim.

Saat sedang berkunjung ke padang rumput tersebut, Umar melihat bahwa ada seekor ternak yang lebih gemuk dari ternak-ternak yang lain. Umar pun memanggil petugas disitu. Continue reading


Leave a comment

Teladan dari Khalifah Abu Bakar

Pidato Abu Bakar sewaktu baru diangkat menjadi Khalifah yang pertama,

All praise be to God who has guided us to this.
We would be bereft of guidance unless He has guided us.
O’ you people, I have been chose to lead you, and I am not the best among you.
If I do well, help me; and if I do wrong, correct me.
Truth is a trust and lying is a breach of trust.
The weak among you are strong in my sight until I have ensured that they have their rights.
The strong among you are weak in my sight until I have ensured right and justice.
Obey me as long as I obey God and His Messenger.
If I disobey them, I forfeit all claim to your obedience.
Now rise to offer your prayers. May God bestow mercy on you all.
Continue reading


Leave a comment

Nasihat orang tua

Beberapa ajaran dari orang tua yang sampai sekarang masih saya percaya manfaatnya, dan terus coba dilakukan meskipun terkadang sulit:

  1. Jangan meminta kepada Tuhan supaya keinginanmu terkabul, tetapi mintalah supaya kamu selalu diberikan yang terbaik. Karena belum tentu kesenangan itu adalah sesuatu yang baik bagi kamu. Sebaliknya, bisa jadi kesusahan itu adalah hal bisa mendorongmu untuk menjadi orang yang lebih baik.
  2. Jangan terlalu senang pada saat kamu mendapatkan hal yang baik. Sehingga, pada saat kamu mendapatkan hal yang buruk, kamu tidak menjadi orang yang terlalu kecewa.
  3. Penyakit itu datangnya dari hati yang terlalu senang dan terlalu sedih. Maka, apapun yang terjadi ke kamu; senang, bahagia, kecewa, sakit, segera lupakan.
  4. Kualitas seseorang itu tidak diukur dari hartanya. Tetapi dari nilai, akhlak dan moralitas dia dalam menjalani kehidupan.
  5. Kamu itu harus berani, jangan penakut dalam menjalani lika-liku kehidupan. Punyalah hati yang seluas lautan. Jangan punya hati yang hanya seluas kobokan.
  6. Tidak perlu malu jika suatu saat kamu melakukan pekerjaan kasar. Selama tidak mencuri, tidak boleh kamu malu. Kalau sudah kehilangan iman, baru boleh kamu malu.
  7. Kamu itu tidak mungkin bakal bisa mengerti segala macam romantika kehidupan di dunia ini.
  8. Selalu bersabarlah apapun yang terjadi (ini nasihat yang paling sulit dilaksanakan).

 

Groningen, 1 Januari 2015, jam 09:46 CET


2 Comments

“to improve is to change, to be perfect is to change often” (Sir Winston Churchill)

“Seorang terpelajar itu harus adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan” (Pramoedya Ananta Toer dalam Bumi Manusia)

“Kalau Anda suka wanita, kejarlah dia sampai dapat atau sampai benar-benar ditolak, jangan hanya jadikan sekedar obsesi” (Arief Imam Triputra a.k.a. Babol)

“Jodoh itu di tangan Tuhan, tetapi kalau tidak diambil bakal tetap di tangan Tuhan” (Herdhi Hermawan)

“Dadiyo siro sing iso rumongso, ojok rumongso iso” (mas Hariyanto dari Javanese proverb), terjemahan bebas, “Jadilah orang yang bisa merasa, jangan merasa bisa”

“Iling-ilingin le, ojok kebablasen ngrasakne kedunyan” (Ibu saya), terjemahan bebas, “Ingat-ingatlah nak, jangan kebablasan merasakan enaknya duniawi”

“The night is darkest just before the dawn” (Harvey Dent dalam film The Dark Knight)

“Whatever doesn’t kill you simply makes you strangers” (The Joker dalam film The Dark Knight)

“Lebih baik lewat jalan yang terjal dan berliku tetapi tahu ujungnya dimana, daripada lewat jalan yang mulus tetapi tidak tahu hendak mengarah kemana” (Thomas Carlyle)

“Kadang kala hidup ini tidak rasional, banyak hal yang kita tidak akan pernah mengerti” (Senator Nur Bahagia)

“Pendidikan tinggi di Indonesia itu hanya membuat orang lebih pintar dan lebih sopan, tapi karakter yang dibawa dari pendidikan di rumah sulit berubah” (Senator Nur Bahagia)

“Bekerjalah di bidang yang Anda suka, kalau sudah cinta dan ikhlas, insha Allah hasilnya akan baik” (Senator Nur Bahagia)

“There will always be another rainbow” (Uncle Scrooge McDuck from old proverb)

“Jer basuki mawa beya” (semboyan Provinsi Jawa Timur dari Javanese proverb), terjemahan bebas, success needs endeavor

“Kunci kesuksesan itu ada tiga; bekerja keras, berdoa, dan tawakkal” (Bapak saya)

“Kerja keras itu penting, tetapi keberuntungan juga perlu untuk bisa sukses, maka dari itu kita diajarkan untuk berdoa” (Rizki Habibie)

“Love is not to find someone perfect, but to find someone who understands your imperfections perfectly” (old proverb)

“Kalau waktu mahasiswa saja sudah tidak punya idealisme, bagaimana nanti waktu sudah terjun ke dunia kerja?” (Andi Cakravastia)

“Istri itu harus pintar, bukan untuk earning money, tetapi making sure bahwa anak-anak Anda akan dapat dididik dengan baik” (Rully Tri Cahyono)

“Pendidikan tinggi, karakter, dan budi pekerti yang baik adalah warisan dari orang tua ke anak yang tidak ada bandingannya” (Bapak dan Ibu saya)

“Non scholae, sed vitae discimus” (Latin proverb), terjemahan bebas, “We do not learn for the school, but for the life”

“Try not to speak when you are in anger, cause it will be the worst speech you have ever made, and you will regret it later” (Christina Maya)

“When someone sacrifies his/her value just for bunch of money, then he/she becomes a prostitute” (from How I Met Your Mother)

“Those who are after akhiroh, dunya will follow” (Yuhusa Setyo Nuswantoro)

“Mahasiswa itu adalah masa dimana kita paling kreatif, berani membuat ide besar (acara, kepanitian, dll) pada saat belum ada uang di tangan; beda dengan di dunia kerja, dimana baru berani membuat rencana kalau anggaran sudah ada” (Alibasyah Siregar)

“Seringkali kita beralasan tidak mau bekerja karena sedang tidak mood; kalau tidak mood, lawan perasaan itu, tetap lanjutkan kerja” (Koko Martono)

“Hidup ini sudah susah, jangan dimain-mainin” (M. Sutarno M. Suryowinoto)

“Urip kuwi sawang sinawang” (Javanese proverb)

“Pedhote layangan sing dadi paran, tapi ojok sampek pedhot seduluran” (Catur Arum dalam lagu Layangan), terjemahan bebas, “Putusnya (perbedaan) layangan (pendapat, filosofi, dll) yang jadi mata pencaharian (pedoman hidup) jangan sampai menyebabkan putusnya persaudaraan”

Continue reading