Substansi

Ingin jadi wartawan, nyasar jadi guru


1 Comment

Menimbang Dosen Asing di Indonesia

Menristekdikti menyatakan bahwa Perpres Nomor 20 Tahun 2018 dapat membuka peluang untuk mendatangkan dosen asing (Kompas, 17/04/18). Gagasan ini berpotensi menimbulkan polarisasi pendapat. Maka sebaiknya kita kaji terlebih dahulu secara jernih, supaya setiap pendapat mendapatkan pertimbangan yang masak.

Menilik asing

Sewaktu sekolah di Belanda dulu, di grup riset saya terdapat beberapa dosen asing. Mereka berasal dari Italia, Cina, dan Turki. Semuanya bisa mencapai jenjang tertinggi dalam karir akademik, menjadi guru besar. Termasuk pembimbing saya yang adalah orang Indonesia. Dia baru saja menjadi profesor di usia 39 tahun.

Di negara-negara maju, warga negara asing yang menjadi dosen adalah sebuah kelaziman. Bukankah selama ini kita juga bangga akan putera-puteri Indonesia yang menjadi akademisi sukses di mancanegara? Bagaimana hal ini diatur, sehingga keberadaan dosen asing dapat bersinergi dengan produktivitas penelitian negara yang bersangkutan? Continue reading

Advertisement


Leave a comment

Road Map Penelitian Nasional: Sinkronisasi Kampus dan Industri

Aplikasi riset di industri yang jadi bagian studi saya. Studi kasus di terminal peti kemas Tanjung Priuk, Jakarta

Aplikasi riset di industri yang jadi bagian studi saya. Studi kasus di terminal peti kemas Tanjung Priuk, Jakarta

Banyak dari karyasiswa S-3 LPDP dan DIKTI yang topik penelitiannya berkaitan dengan Indonesia, tidak terkecuali saya.

Logikanya, semua riset doktoral itu pasti berkualitas, karena dikerjakan secara intensif selama 3-4 tahun, dan tersusun dari makalah-makalah yang telah teruji oleh proses review di jurnal-jurnal internasional.

Di negara-negara maju, hasil riset S-3 dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh negara. Sebagai contoh, berbagai kemajuan di sektor energi yang sekarang sedang dinikmati Eropa, adalah buah dari pemanfaatan riset di bidang itu yang sudah dimulai sejak tahun 1980-an. Namun sebaliknya, jika tidak dimanfaatkan, sebagus apapun hasil riset bakal kurang dampaknya untuk kemajuan suatu negara.

Continue reading


2 Comments

“Quo Vadis” Penelitian

Sumber: [1]

Sumber: [1]

Tahun lalu 250.000 dosen dan peneliti tanah air hanya menghasilkan 5.000 artikel ilmiah. Tidak perlu bermimpi untuk bersaing di tingkat internasional, Thailand saja publikasinya lebih dua kali lipat dari kita. Apalagi jika dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Jangan lupa juga bahwa sumber daya manusia negeri-negeri jiran tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Indonesia.

Produktivitas tahunan sebesar 0,02 artikel ilmiah per peneliti ini mengecewakan, sekaligus mengherankan. Pasalnya, dosen-dosen kita umumnya mampu menghasilkan lebih dari lima makalah ilmiah selama studi doktoralnya di luar negeri. Namun, mengapa ketika sudah kembali bertugas di tanah air, menulis satu artikel per tahun pun terkadang amat sulit?

Kesalahan pengelolaan

Jika kapabilitas individu dosen sudah terbukti memadai, mungkin kesalahan ada pada sistem pengelolaan. Untuk itu, marilah kita coba menggali bagaimana seharusnya interaksi dibangun antara tiga institusi yang bisa menentukan kinerja penelitian sebuah negara; pemerintah, universitas, dan industri.

Continue reading


12 Comments

Dosen Pindah Antaruniversitas, Mungkinkah?

Sumber: [2]

Sumber: [2]

Wacana bahwa sebaiknya pemerintah bisa menjembatani perpindahan dosen antaruniversitas mulai digulirkan oleh beberapa kalangan, salah satunya dalam artikel berikut ini. Meniru praktik serupa di negara-negara maju, banyak dampak positif yang bisa diambil dengan skema ini; diantaranya adalah pemerataan distribusi keahlian dosen, kompetisi yang lebih terbuka, dan egaliterianisme dalam kehidupan kampus. Tulisan ini akan menjawab apakah gagasan tersebut mungkin untuk diterapkan di dunia pendidikan tinggi Indonesia di saat ini.

Pasar bebas dosen

Mobilitas antaruniversitas jelas banyak manfaatnya. Namun, penting untuk dipahami bahwa perpindahan dosen bukanlah sesuatu yang dikendalikan sepenuhnya oleh regulator. Di negara-negara yang pendidikan tingginya maju, dosen pindah universitas semata mengikuti pasar bebas, dimana universitas mempunyai permintaan tenaga kerja, sementara dosen adalah titik-titik pasokan. Pemerintah tidak pernah membuat keputusan bahwa seorang dosen dari universitas A harus pindah ke universitas B dengan alasan apa pun. Perguruan tinggi diberi otonomi, termasuk dalam pengelolaan sumber daya manusianya.

Otonomi tersebut tercermin dari tata cara lowongan dosen baru. Sebuah universitas membuka lowongan dikarenakan dua hal; dosen yang lama berpindah kerja, atau sebuah program studi sedang berkembang sehingga memerlukan tambahan SDM. Jika lowongan di perguruan tinggi di Indonesia hanya mengenal posisi “dosen”, lowongan di luar negeri akan dengan spesifik menyebutkan jabatan fungsional yang sedang dibuka, apakah itu “lecturer”, “assistant professor”, “associate professor”, atau “full professor”.

Continue reading


Leave a comment

Peringkat Perguruan Tinggi di Indonesia: Fakta dan Problematika

Pada bulan Februari 2016, Kemristekdikti telah meluncurkan Klasifikasi dan Pemeringkatan Perguruan Tinggi di Indonesia tahun 2015 berdasarkan Keputusan Menristekdikti Nomor 492.a/M/KP/VIII/2015. Sebanyak 3.320 PTN dan PTS di seluruh Indonesia telah diperingkatkan. Berikut adalah daftar 30 PT peringkat teratas.

Rank PT Rank PT Rank PT
1 ITB 11 UNHAS 21 UNESA
2 UGM 12 UNAND 22 UNILA
3 IPB 13 UM 23 UNSRI
4 UI 14 UNY 24 USD
5 ITS 15 PETRA 25 UNPAR
6 UB 16 UNSOED 26 UMM
7 UNPAD 17 UNNES 27 UBAYA
8 UNAIR 18 PENS 28 UKWMS
9 UNS 19 UPI 29 UNIMED
10 UNDIP 20 UNRI 30 UNJA

Daftar lengkap peringkat PT dapat dilihat di tautan berikut ini. Namun sayangnya, baik dalam SK maupun lampiran, tidak disebutkan dengan jelas bagaimana metodologi penyusunan peringkat. Hanya disebutkan bahwa terdapat empat kriteria untuk menilai kualitas sebuah PT yaitu sumber daya manusia, manajemen, kegiatan mahasiswa, dan penelitian.

Continue reading


Leave a comment

Bagaimana Belanda Memajukan Penelitiannya

Seharusnya tidak ada perdebatan lagi bahwa kinerja penelitian kita memang masih memprihatinkan. Berdasarkan sumber-sumber yang terpercaya dari Kemristekdikti dan SCImago, sebanyak 5.000 makalah ilmiah telah diterbitkan di Indonesia pada tahun 2015. Indonesia memiliki sekitar 250.000 dosen. Dengan mengabaikan peneliti yang tersebar di berbagai lembaga penelitian dan Puslitbang Kementerian, maka rata-rata produktivitas menulis dosen hanyalah sebanyak 0,02 makalah per tahun.

Sebetulnya rendahnya produktivitas menulis ini cukup aneh. Selama studi doktoral di luar negeri, dosen-dosen kita rata-rata mampu untuk menghasilkan paling sedikit satu makalah ilmiah per tahun. Artinya, secara individual tidak ada yang salah dengan kapabilitas dosen Indonesia. Memang muncul beberapa pendapat bahwa rendahnya produktivitas menulis dikarenakan beban administrasi yang menumpuk. Namun kenyataannya, dosen-dosen senior yang tugas administrasinya relatif sudah berkurang, produktivitas artikel ilmiahnya pun tidak tinggi. Jika kemudian setelah kembali dari tugas belajar produktivitas menulis dosen menjadi mandek, kemungkinan kesalahan ada di sistem pengelolaan penelitian.

Sebagai kaum terdidik, dosen selalu bekerja berbasiskan metodologi. Artinya, jika semua tahapan diikuti dengan benar, hasil yang diharapkan bakal tidak terlalu jauh melenceng dengan yang diklaim oleh si pembuat metodologi. Begitu pula untuk kasus ini. Tulisan ini ditujukan untuk membahas sebuah “metodologi” pengelolaan penelitian yang mengacu kepada dunia pendidikan tinggi di negeri Belanda. Walaupun pasti ada variasinya, secara umum kaidah-kaidah pengelolaan penelitian di sana tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain yang memiliki budaya riset unggul. Continue reading


Leave a comment

Memaksimalkan Peran “Corporate University” BUMN

Sudah hampir tiga tahun sejak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbondong-bondong membentuk “Corporate University” (Corpu). Beberapa yang telah membentuk Corpu adalah Telkom, Pertamina, PLN, Bank Mandiri, dan IPC.

Fenomena ini bagus, karena berarti BUMN semakin sadar akan pentingnya sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas bagi peningkatan kinerja. Namun, alangkah lebih baiknya jika kita bisa membedah berbagai kemungkinan untuk lebih mengoptimalkan peran Corpu.

Riset di industri

Selain SDM yang unggul, hal yang tidak kalah pentingnya bagi peningkatan kinerja perusahaan adalah perbaikan yang berkelanjutan. Industri di negara-negara maju mengimplementasikan filosofi ini dalam bentuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Kegiatan ini tidaklah sederhana. Perusahaan menginvestasikan waktu dan dana yang besar untuk menjalankan fungsi ini. Para pekerja riset dengan kualifikasi doktor direkrut untuk menjalankan penelitian jangka panjang.

Continue reading


4 Comments

“Doktor LPDP”, Hendak Dikemanakan?

Sejak diluncurkan pada tahun 2013, program beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) telah menjadi fenomena tersendiri. Program yang dinisiasi oleh Kementerian Keuangan ini memang cukup fenomenal. Selain kuota beasiswa untuk jenjang pendidikan magister dan doktoral yang disediakan berjumlah banyak, pengelolaannya pun terkesan lebih professional dibandingkan dengan program-program beasiswa lain dari pemerintah. Maka tidak heran, setiap tahunnya ribuan karyasiswa berbondong-bondong untuk mendaftar, mayoritas dari mereka berangkat studi lanjut ke luar negeri. Continue reading


7 Comments

Dosen Indonesia vs Dosen Luar Negeri

Selalu menarik untuk melakukan komparasi antara sesuatu hal di Indonesia dengan di luar negeri. Bukan untuk mengumbar pujian atas yang serba luar negeri dan melupakan bahwa di Indonesia sebetulnya juga masih ada baiknya. Tetapi, justru supaya kita bisa belajar hal-hal yang baik di mancanegara supaya kelak bisa diterapkan di tanah air.

Termasuk juga dalam masalah dosen, satu bidang yang saya tekuni sebagai sebuah pekerjaan selama ini. Continue reading


Leave a comment

Akselerasi Riset, Menristekdikti-Menteri BUMN Berkolaborasilah!

Setelah melalui periode satu semester, Kemristekdikti relatif masih adem-ayem. Para dosen masih belum terlalu merasakan perbedaan antara Dikti sewaktu masih berada di bawah Kemdikbud dulu, dengan Dikti “versi baru” seperti saat ini. Pendek kata, belum ada gebrakan dari M. Nasir yang membuat kita yakin bahwa masa depan riset dan pendidikan tinggi di Indonesia sedang menuju arah yang lebih baik.

Padahal, pemisahan Dikti dari Kemdikbud dan kemudian penggabungannya dengan Kemristek adalah terobosan yang baik dari Presiden Joko Widodo. Jika sebelumnya akselerasi riset nasional seolah-olah hanya merupakan tanggung jawab dari lembaga-lembaga penelitian, sekarang seluruh dosen di Indonesia berada dalam payung sama untuk ikut menjadi tenaga riset. Dampak yang diharapkan adalah penelitian sebagai salah satu unsur dari tridharma perguruan tinggi bisa lebih optimal pelaksanaannya.

Continue reading